Rabu, 04 Februari 2009

kultur jaringan


Pengetahuan tentang kultur jaringan telah memberi kontribusi besar terhadap pemahaman kita atas faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan, metabolisme, diferensiasi, dan morfogenesis tanaman. Kultur sel dan jaringan tanaman merupakan dasar bagi sebagian besar aspek bioteknologi tanaman dan menjadi perhatian khusus ahli biologi molekuler, pemulia tanaman, dan kalangan industri.
Kultur jaringan merupakan suatu proses dimana sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrient. Ukuran eksplan berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Dengan penemuan auksin dan sitokinin serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan pembelahan sel, bersama dengan penambahan bahan-bahan alamiah ke dalam media seperti air kelapa, ditunjukkan bahwa eksplan jaringan tanaman dapat memperbanyak diri melalui pembelahan sel berulang. Bila kondisi kultur yang sesuai disediakan maka massa sel dapat menjalani bermacam jalur perkembangan untuk menghasilkan organ batang dan akar sampai akhirnya tanaman lengkap.
Perkembangan ilmu kultur jaringan secara sejarah dikaitkan dengan penemuan sel dan munculnya teori sel. Lebih dari 250 tahun yang lalu Henri Louis Duhamel du Monceau (1756) merintis eksperimen penyembuhan luka pada tanaman dan menunjukkan pembentukan kalus yang terjadi secara spontan pada bagian yang dilukai pada tanaman elm. Kontribusi lebih lanjut terhadap kultur jaringan tanaman diberikan oleh doktrin sel atau teori sel yang menyatakan bahwa sel bersifat autonom dan mempunyai kemampuan totipotensi.
Totipotensi merupakan kemampuan suatu sel tunggal untuk beregenerasi menjadi organisme lengkap dan terdiferensiasi. Aktivitas jaringan meristem dapat diaktifkan atau ditekan menuurut pola diferensiasi yang dikendalikan oleh mekanisme genetik dan atau lingkungan. Sel-sel pada tahap awal perkembangan, seperti parenkim quiescent, sel-sel pada jaringan meristem, jaringan kambium vaskuler, dan jaringan embrio, berada dalam kondisi tak terdeterminasi. Sel-sel tak terdeterminasi mempunyai sifat mampu merubah pola perkembangan tergantung lingkungan yang dikenakan padanya. Sel-sel tak terdeterminasi juga dapat memperbanyak diri secara cepat dan menghasilkan massa sel yang disebut kalus.

B. SEJARAH

Pada tahun 1839 Schwann mengemukakan teori sel yang menyatakan bahwa tiap sel hidup dari suatu organisme mampu berkembang secara independen jika diberikan lingkungan yang sesuai. Teori ini kemudian melahirkan konsep totipotensi. Trecul (1853) mengamati pembentukan kalus pada tanaman-tanaman yang dilukai. Dia mempublikasikan gambar potongan kalus dan menunjukkan bahwa floem dan unsur xylem yang termuda dapat menjadi bahan awal kultur jaringan. Vochting (1878) yang diinspirasi oleh teori sel Schwann melakukan beberapa percobaan dasar dan menyatakan bahwa pada setiap bagian tanaman dapat membentuk tanaman lengkap. Wiesner (1884) mengemukakan sebuah teori umum yang menyatakan bahwa terdapat senyawa pembentuk organ yang terdistribusi secara polar. Rechinger (1893) mengamati pembentukan tunas-tunas baru dan kalus dari eksplan tunas, akar, dan batang.
Klercker (1892) mengisolasi protoplas, dan fusi protoplas pertama kali dilakukan oleh Kuster pada tahun 1909. Pada tahun 1902 Haberlandt memprediksikan bahwa suatu hari embrio artifisial akan berhasil dikembangkan dari sel-sel vegetatif. Dia mengembangkan konsep kultur sel in vitro. Dia dianggap sebagai bapak kultur jaringan.


C. TIPE KULTUR DAN APLIKASINYA

Banyak spesies tanaman dapat diregenerasi secara in vitro melalui beberapa pendekatan. Sebagai titik awal dapat digunakan sel tunggal, bagian jaringan atau organ, atau potongan jaringan yang telah berdiferensiasi (atau organ) yang dikenal sebagai eksplan. Setelah bahan awal ditentukan, macam kultur yang digunakan untuk menumbuhkan bagian tersbut harus dipertimbangkan.

D. MEDIA

Tanaman di alam dapat mensintesis sendiri bahan makanannya. Sebaliknya, tanaman yang tumbuh secara in vitro bersifat heterotrof. Oleh karena itu media kultur jaringan tanaman memerlukan semua mineral esensial, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh dan vitamin. Pertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman in vitro sangat dipengaruhi oleh komposisi media kultur. Meskipun keperluan dasar jaringan tanaman yang dikulturkan adalah sama bagi setiap tanaman, komponen nutrisi yang mendukung pertumbuhan optimal pada kondisi laboratorium dapat bervariasi tergantung spesiesnya. Oleh karena itu formula komposisi media harus mempertimbangkan keperluan spesifik suatu sistem kultur, misalnya beberapa jaringan menunjukkan respon yang lebih baik pada medium padat sedangkan yang lain lebih cocok pada medium cair.
Komponen media untuk pertumbuhan kultur dapat dibagi menjadi lima kelompok. Pembagian ini biasanya merefleksikan cara dimana larutan stok disiapkan dan disimpan. Kelompok penyusun media tersebut adalah:
i) nutrien anorganik (makronutrien dan mikronutrien)
ii) suplemen organik (vitamin)
iii) sumber karbon
iv) zat pengatur tumbuh
v) bahan pemadat

Garam-garam anorganik
Untuk menginduksi kalus dari eksplan dan memelihara kalus dan suspensi sel, bermacam media (media garam anorganik) telah dibuat. Agar atau bahan penggantinya ditambahkan ke media untuk membuat medium padat. Salah satu medium yang umum digunakan untuk kultur jaringan tanaman adalah medium yang dikembangkan oleh Murashige dan Skoog (MS). Sifat penting medium MS adalah kandungan nitrat, potassium dan amonia yang tinggi. Medium B5 yang dikembangkan oleh Gamborg dkk. juga sering digunakan oleh banyak peneliti.Level nutrien anorganik pada medium B5 lebih rendah dibanding medium MS. Banyak media lainnya telah dikembangkan dan dimodifikasi (Tabel 4), namun tidak selalu perlu untuk menguji banyak jenis media untuk menginduksi kalus. Lebih baik menggunakan hanya satu atau dua macam media dasar dengan kombinasi jenis dan konsentrasi fitohormon. Setelah itu komposisi media yang paling cocok harus dioptimasi untuk mendapatkan tingkat produk dan laju pertumbuhan yang tinggi.
Sumber karbon
Sukrosa atau glukosa 2-4% biasanya merupakan sumber karbon yang digunakan. Fruktosa, maltosa, dan gula yang lain juga mendukung pertumbuhan sel tanaman. Sumber karbon yang paling sesuai dan konsentrasi optimalnya harus ditentukan. Hal tersebut tergantung kepada spesies tanaman dan tujuan kulturnya.
Vitamin
Media dasar seperi media MS mengandung myo-inositol, nicotinic acid, pyridoxine HCl dan thiamine HCl. Diantara vitamin-vitamin tersebut, thiamin merupakan vitamin esensial bagi banyak sel tanaman.

Fitohormon
Fitohormon atau zat pengatur tumbuh diperlukan untuk menginduksi jaringan kalus dan untuk mendukung pertumbuhan banyak galur sel. Auksin 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) atau naphthaleneaceic acid (NAA) sering digunakan. Konsentrasi auksin umumnya antara 0.1 sampai 50 µM. Sitokinin kinetin atau benzyladenine kadang diperlukan bersama dengan auksin untuk induksi kalus dengan konsentrasi 0.1 sampai 10 µM. Derivatif auksin dan sitokinin juga kadang digunakan. Karena tiap spesies tanaman memerlukan jenis dan level fitohormon yang berbeda, penting untuk untuk menseleksi zat pengatur tumbuh yang paling sesuai dan menentukan konsentrasi optimalnya. Terkadang gibberelin juga ditambakan ke medium.

Suplemen organik
Dalam rangka menstimulasi pertumbuhan sel, suplemen organik kadang ditambahkan ke medium. Suplemen tersebut meliputi asam amino, pepton, ekstrak yeast, ekstrak malt, dan air kelapa. Air kelapa juga diketahui sebagai pensuplai zat pengatur tumbuh.

E. TEKNIK KULTUR
Pada dasarnya teknik kultur meliputi tahap-tahap berikut ini:
1. Sterilisasi bahan tanaman
2. Isolasi eksplan
3. Inokulasi eksplan
4. Inkubasi
5. Subkultur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar